Limbah B3 yang dihasilkan dari proses produksi sebuah pabrik
harus disimpan dengan cara khusus sebelum diproses di unit pengolahan limbah.
Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan setiap blok terdiri atas 2x2
kemasan. Limbah harus disimpan dan dipisahkan dengan limbah yang tidak
sesuai(kompatibel). Bangunan penyimpanan limbah harus dibuat dengan lantai yang
tahan air, tidak bergelombang, dan melandai ke arah bak penampung dengan
kemiringan maksimal 1%. bangunan juga harus memiliki ventilasi udara yang baik,
terlindungi dari kebocoran, dibuat tanpa langit-langit, dan dilengkapi dengan
sistem penangkal petir. Limbah yang reaktif atau korosif memerlukan bangunan
penyimpanan yang memiliki konstruksi dinding yang mudah dilepas untuk
memudahkan keadaan darurat dan dibuat dari bahan yang tahan api dan korosi.
Sehubungan dengan pengangkutan limbah B3, Pemerintah
Indonesia belum memiliki peraturan mengenai pengangkutan limbah B3 sampai 2002.
Namun, kita dapat melihat pada peraturan pengangkutan yang diterapkan di
Amerika. Peraturan ini berkaitan dengan penamaan, analisa karakteristik limbah,
pengemasan khusus, dan lain-lain. Pesyaratan yang harus dipenuhi kemasan
diantaranya adalah apabila terjadi kecelakaan dalam kondisi pengangkutan
normal, tidak terjadi kebocoran limbah ke lingkungan dalam jumlah yang
berbahaya. Selain itu, kwmasan harus memiliki kualitas yang cukup sehingga
efektifitas kemasan tidak berkurang selama pengangkutan. Limbah gas yang mudah
terbakar harus dilengkapi dengan pelindung pada kemasannya dan pelindung panas
tambahan untuk mencegah kenaikan suhu yang terlalu cepat. Di Amerika, juga
terdapat rute pengangkutan khusus juga kewajiban kelengkapan Laporan Keamanan
Bahan(MSDS) yang ada di setiap truk dan departemen pemadam kebakaran. Faktor
hidrogeologi, geologi lingkungan, topografi, dan faktor-faktor lainnya harus
diperhatikan agar rute pengangkutan tidak merusak lingkungan. Pemantauan pasca
operasi harus dilkakukan untuk menjamin agar air tidak terkontaminasi dengan
limbah B3.
Pembuangan Limbah B3
Sebagian limbah B3 yang telah diproses maupun tidak dengan
teknologi yang ada akan berakhir di pembuangan. Tempat pembuangan akhir(TPA)
yang sering digunakan untuk limbah B3 adalah lahan urug dan sumur pembuangan.
Di Indonesia, peraturan rinci mengenai pembangunan lahan urug telah diatur oleh
BAPEDAL melalui Kep-04/BAPEDAL/09/1995. TPA untuk penimbunan limbah B3
digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu: (1) Menjamin keamanan ganda PTA, (2)
Menjamin keamanan tunggal PTA, dan (3) landfill clay liner dan masing-masing
memiliki ketentuan khusus sesuai dengan limbah B3 yang ditimbun.
Dimulai dari bawah, bagian dasar PTA terdiri atas tanah
lokal, lapisan dasar, sistem deteksi kebocoran, lapisan tanah penghalang,
sistem pengumpulan dan pemindahan lindi(leachate), dan lapisan pelindung. Untuk
beberapa kasus, diatas dan/atau dibawah sistem pengumpulan dan pemindahan lindi
harus dilapisi geomembran. Sementara bagian penutupnya terdiri dari tanah
penutup, tanah tudung penghalang, tudung geomembran, pelapis tudung drainase
dan pelapis tanah untuk tumbuhan dan vegetasi tertutup. PTA harus dilapisi
dengan sistem pemantau kualitas air di tanah dan sekitarnya untuk mengetahui
apabila terjadi kebocoran. Selain itu, lokasi PTA tidak boleh digunakan agar
tidak beresiko bagi manusia dan habitat disekitarnya.
Pembuangan limbah B3 dengan metode sumur injeksi masih menjadi
kontroversi dan masih diperlukan pengkajian yang komprehensif terhadap efek
yang mungkin ditimbulkan. Data menunjukkan bahawa pembuatan sumur injeksi di
Amerika paling banyak dilakukan pada 1965-1974 dan hampir tidak ada sumur baru
yang dibangun setelah 1980. Sumur injeksi digunakan di Amerika sebagai salah satu
tempat pembuangan limbah B3 cair. Pembuangan limbah ke sumur merupakan suatu
usaha untuk membuang limbah B3 ke dalam formasi geologi yang berada jauh di
dalam permukaan bumi yang memiliki kemampuan mengikat limbah, sama halnya
formasti tersebut memiliki kemampuan menyimpan cadangan minyak dan gas bumi.
Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pemilihan tempat adalah struktur dan
kestabilan geologi serta hidrogeologi wilayah tersebut.
Limbah B3 diinjeksikan ke dalam suatu formasi berpori yang
berada jauh di bawah lapisan yang mengandung air tanah. Diantara lapisan
tersebut harus terdapat lapisan yang tidak dapat ditembus seperti shale dan
tanah liat yang cukup tebal sehingga limbah cair tidak dapat berpindah tempat.
Kedalaman sumur sekitar 0,5 sampai 2 mil dari permukaan tanah.
Tidak semua limbah B3 dapat
dibuang dengan menggunakan sumur injeksi karena beberapa jenis limbah dapat
mengakibatkan gangguan dan kerusakan pda sumur dan formasi penerima limbah. Hal
ini dapat dihindari dengan tidak memasukkan limbah yang dapat mengalami pengendapan,
memiliki unsur padat, dapat membentuk emulsi, merupakan asam kuat atau basa
kuat, bersifat aktif secara kimia, dan memiliki kepadatan dan kelekaran lebih
rendah dari cairan alami dalam formasi geologi. Hingga kini, di Indonesia tidak
ada ketentuan mengenai pembuangan limbah B3 ke dalam sumur injeksi. Ketentuan
yang ada mengenai hal ini ditetapkan oleh Amerika dan dalam ketentuan
disebutkan bahwa:
1. Dalam 10.000 tahun, limbah B3
tidak boleh berpindah tempat secara vertical keluar dari zona injeksi atau
secara lateral ke titik temu dengan sumber air tanah.
2. Sebelum limbah yang
diinjeksikan berpindah tempat menuju arah yang disebutkan diatas, limbah telah
mengalami perubahan sehingga tidak lagi berbahaya dan beracun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar