Limbah organik yang dihasilkan oleh rumah tangga setiap harinya kurang lebih 2 kg. Jika dalam satu RT terdapat 40 keluarga dan satu RW terdiri dari 10 RT, maka bisa dihitung berapa jumlah sampah organik yang harus diolah, atau biasa disebut "dibuang".
Untuk membuat pola pikir bahwa sampah yang kita hasilkan adalah tanggung jawab kita, dan mengubah kebiasaan membuang sampah menjadi mengelola sampah diperlukan usaha yang tidak mudah dan memerlukan waktu dan kesabaran.
Dari pengalaman dan latihan, Kebun Karinda menawarkan sebuah model bagi RT/RW yang ingin mandiri dalam pengelolaan sampah organiknya. Namun, agar berhasil dibutuhkan beberapa persyaratan:
- Kegiatan ini diorganisir oleh pemimpin masyarakat setempat (Ketua RT/RW), dibantu sebuah tim pelaksana (Komite Lingkungan).
- Ada keteladanan dari para pemimpin masyarakat, tokoh masyarakat, pemuka agama yang menjadi panutan masyarakat setempat.
- Bangun komitmen antara seluruh warga, bagaimana lingkungan yang ingin dicapai.
- Ada pendamping agar kegiatan terus berkelanjutan, pendamping harus sudah berpengalaman melakukan pemupukan dengan kompos.
- Proses pemupukan dipilih yang tidak menghasilkan bau (biasanya proses fermentasi).
Pengomposan dapat dilakukan secara individu di setiap rumah atau secara komunal oleh komite lingkungan RT/RW.
Pengomposan Secara Individu
Kebun Karinda menyarankan pengomposan dengan metode Takakura. Jika dilakukan dengan benar, proses tidak akan ada bau, tidak keluar air lindi dan higienis. Tidak memerlukan tempat yang besar, tetapi tidak boleh kena hujan atau sinar matahari langsung.
Wadah yang digunakan dapat berupa keranjang cucian isi 40L, ember bekas cat atau kaporit (isi 25L), drum bekas yang dipotong menjadi 2 bagian (isi 100L), keranjang rotan atau bambu yang isinya lebih dari 25L untuk mempertahankan suhu. Pemilihan wadah tergantung dari bahan yang tersedia, selera dan banyaknya sampah setiap hari.
Pisahkan sampah organik dengan sampah anorganik (aktifitas ini dikenal dengan nama "memilah sampah") kemudian potong menjadi berukuran 2cm x 2cm agar mudah dicerna mikroba kompos. Untuk menyerap air dan menambah unsur karbon, ditambahkan serbuka kayu. Samaph harus dimasukkan wadah setiap hari (sebelum membusuk) dan diaduk sampai ke dasar wadah agar tidak becek di bagian bawah. Pengadukan juga dimaksud untuk memasukkan oksigen yang diperlukan oleh mikroba kompos.
Jika wadah telah penuh, kompos harus distabilkan atau dimatangkan lebih dahulu sampai suhunya menjadi seperti suhu tanah, baru bisa dipanen. Pengomposan dilakukan kembali dengan wadah lain, dengan aktivator sebagian kompos yang masih panas dari wadah sebelumnya. Kompos setengah jadi ini juga dapat dikirim ke pengomposan komunal untuk diproses secara bersama-sama.
Pengomposan Secara Komunal
Membutuhkan bangunan tanpa dinding, atapnya dapat berupa plastik terpal, daun, plastik bergelombang, genteng, dan sebagainya bergantung dari 'dana' yang disediakan. Lantainya bisa tanah, semen, atau paving blok. Kita bisa menyebutnya "Rumah Kompos".
Untuk wadah pengomposan sampah organik rumah tangga dapat dibuat bak atau kotak dari bambu, kayu, paving blok, bata dan sebagainya. Agar dapat menyimpan panas, kotak harus memiliki ukuran paling sedikut 500L, atau memiliki panjang, 75cm, lebar 75cm, dan tinggi 1m. Salah satu sisinya harus dapat dibuka, untuk mengeluarkan adonan kompos jika seminggu sekali dibalik. Banyaknya kotak tergantung jumlah sampah yang akan dikelola.
Agar tempat pengomposan bersih dan tidak berbau busuk, sampah yang masuk hanya sampah organik saja. Warga harus memilah sampahnya di rumah masing-masing (sesuai UU
pengolahan limbah). Di depan rumah tidak perlu ada bak sampah, tapi siapkan 2 wadah untuk sampah organik dan anorganik. Petugas pengangkut sampah mengambilnya dengan gerobak sampah yang diberi sekat dimana sampah organik akan diturunkan di rumah kompos.
Selanjutnya sampah organik dipotong secara manual maupun dengan mesin pemotong. Jika menggunakan mesin, agar sampah tidak mengeluarkan air dan untuk menambah unsur karbon, dicampurkan terlebih dahulu dengan serbuk kayu. Jika pemotongan secara manual, serbuk kayu dicampurkan sebelum masuk wadah pengomposan. Aktivator yang digunakan adalah kompos yang belum selesai berproses sehingga mikrobanya masih aktif.
Adonan kompos dari sampah organik rumah tangga jika diaduk setiap hari, akan matang dakam 10-14 hari, tapi sebelumnya harus distabilkan sampai suhu menjadi seperti suhu tanah, kira-kira sekitar 2 minggu. Jika tanah yang tersedia cukup luas dan sampahnya cukup banyak, pengomposan dapat dilakukan dengan sistem open windrow yaitu dengan timbunan-timbunan yang dibalik dan disiram setiap minggu. Kompos setengah jadi yang dikirim oleh warga dicampurkan ke adonan kompos yang sudah berusia kurang lebih 2 minggu, dan akan matang bersamaan.
Tim Pelaksana dibentuk oleh komite lingkungan RT/RW dan selanjutnya diperlukan peran serta warga sehingga kegiatan ini menjadi
Pengolahan Limbah Berbasis Masyarakat. Untuk mewujudkan unit pengolahan limbah ini perlu dibuat proposal yang disusun oleh pengurus RT/RW, yang berisi kebutuhan sarana dan prasarana, SDM, jadwal pelatihan, dan prospek ke depan. Diharapkan kegiatan ini nantinya dapat mandiri dari penjualan kompos dan produk-produk turunannya (tanaman hias, sayuran, tanaman obat). Lingkungan menjadi bersih, teduh dan asri, masyarakat terjaga kesehatannya karena
pengolahan limbah sampah merupakan perilaku hidup bersih dan sehat.