Jumat, 20 September 2013

Indonesia Tertinggal Jauh Mengenai Pengolahan Limbah

Meskipun motto Mengurangi, Menggunakan kembali, Mendaur ulang telah digunakan sejak lama, seorang pengusaha lingkungan berpendapat bahwa hal ini telah gagal di Indonesia.
"Di negara ini, kebutuhan untuk pengolahan limbah baru disadari masyarakat," kata Salam, pendiri dan pemilik Kedai Daur Ulang (Recycle Shop) di Jalan Mampang Prapatan di Jakarta Selatan.
"Orang-orang akan berkata: 'Oh, sekarang kita dapat mendaur ulang kertas,' atau 'Oh, daur ulang itu penting,' tapi mereka belum sampai pada poin dimana mereka cukup peduli pada lingkungan untuk melakukan sesuatu."
Dia mengatakan bahwa selama 20 tahun bekerja dalam bisnis daur ulang, hampir semua barang-barang yang datang ke tempatnya berasal dari orang asing atau perusahaan yang dimiliki orang asing, seperti Coca-cola. "Kita tidak dapat banyak dari kantor lokal," katanya.
Selain kurangnya kesadaran untuk melestarikan sumber daya, halangan lain untuk daur ulang disini adalah mereka yang ingin mendaur ulang tidak tahu kemana harus membawa sampah mereka, kata Salam.
"Ini menjadi kebiasaan, terutama bagi masyarakat menengah dan menengah ke bawah, untuk menyerahkan segalanya kepada pihak berwajib mengenai pengolahan limbah," katanya.
"Jadi mereka hanya membayar biaya bulanan kepada badan kebersihan untuk mengangkut sampah mereka, padahal dalam kenyataannya mereka dapat melakukannya sendiri dengan mudah."
Sri Bebassari, ahli pengolahan limbah dan ketua dari Indonesian Solid Waste Association (InSWA), menyatakan bahwa sementara daur ulang dilkakukan di seluruh kota setiap hari, kebanyakan orang cenderung mengabaikan hal ini karena dilakukan oleh pemulung.
Para pemulung ini bekerja dari satu lingkungan ke lingkungan lain, mengumpulkan sampah kaleng dan sampah apapun yang dapat didaur ulang.
"Pekerjaan mereka harusnya diresmikan karena pemulung memiliki tugas yang penting, namun peran mereka tidak diakui," kata Sri.
"Mereka mengambil sampah setiap hari, tapi tidak ada jaminan kesehatan untuk mereka. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian Perdagangan harus membahas mengenai peresmian pemulung sejak lama."
Tapi walaupun pemulung diakui secara resmi. Sri mengatakan bahwa hal ini saja tidak cukup untuk mendaur ulang seluruh sampah di kota.
"Pemulung hanya mencari sampah tertentu" plastik, karton, besi," katanya.
"Tap masih banyak berbagai jenis sampah yang mereka tidak perdulikan, dimana sistem pengolahan limbah yang terpadu diperlukan, dimana produsen akan membayar pemulung untuk mengambil sampah dari produk yang mereka buat."
Ide ini, Sri mengatakan, adalah untuk membuat produsen bertanggung jawab terhadap proses daur ulang limbah yang mereka hasilkan, seperti pembungkusan.
"Jikan anda dapat menjual [produk], anda juga dapat membeli [limbah] produk," katanya.
Pengamat lingkungan memperkirakan bahwa 60% dari 6,000 ton sampah yang dikumpulkan di Jakarta setiap harinya dapat didaur ulang bukannya dibuang di tempat pembuangan sampah. Sekitar 40% dari limbah daur ulang adalah limbah kertas, sedangkan sisanya plastik.
Salam mengatakan bahwa fasilitasnya dapat memproses sampai 500 kilogram limbah kertas dalam sehari, yang dicampur dengan serat pohon pisang untuk menghasilkan kertas daur ulang. "Jika anda dapat mendaur ulang satu ton kertas, anda dapat menyelamatkan tujuh pohon besar dari penebangan," katanya.
"Daur ulang adalah solusi yang terbaik, termurah, dan paling ramah lingkungan untuk pengolahan limbah. Anda tidak dapat menghilangkan limbah, anda hanya dapat mengurangi jumlah yang dihasilkan. Jika anda membakarnya, maka hanya akan menambah lebih banyak masalah lingkungan. Jadi lebih baik mengurangi jumlah yang anda buang."
Untuk membuat daur ulang menjadi kebiasaan dari suatu masyarakat, Salam mengatakan bahwa hal ini akan diperkenalkan pada tingkat komunitas dan perumahan. "Kota ini harus memberdayakan unit lokal karena tidaklah sulit untuk mengolah limbah." katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar